Akibat Hukum terhadap Pernikahan Suami Istri yang Salah Satunya Menderita Gangguan Jiwa

Abstract

Abstract: This study discusses the legal consequences of husband and wife marriage, one of which suffers from mental disorders, both seen in Islamic law and the applicable positive law. This research uses a type of normative legal research with a statutory approach and theories related to the legal consequences of a husband and wife marriage, one of which suffers from mental disorders, then analyzed descriptively qualitatively. The results of the study found that there were differences in Islamic law and positive law related to the legal consequences of the marriage. In the view of Islamic law, there is the right of khiyar for the partner who is disadvantaged, this is according to Imam Maliki, Syafi'i and Hambali that there is a choice to cancel (fasakh) or maintain the marriage with the willingness of the partner who suffers from mental disorders and the approval of the guardian. Meanwhile, according to positive law, it is not specifically regulated in this regard, but this can be done by canceling a marriage (fasakh) to the Religious Court on the grounds that people with mental disorders can cause harm and suffering to their normal partners and the goal of marriage is not achieved, and if after If the marriage takes place where fraud occurs regarding the partner who suffers from mental disorders, the marriage can be canceled as contained in the Marriage Law Article 27 paragraph (2) and KHI Article 72 paragraph (2).Keyword: Impact of Law; Marriage; Mental Disorders;Abstrak: Penelitian ini membahas terkait akibat hukum terhadap pernikahan suami istri yang salah satunya menderita gangguan jiwa baik dilihat dalam hukum Islam maupun hukum positif yang berlaku. Penelitian ini memakai jenis penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan teori-teori yang berkaitan dengan akibat hukum dari pernikahan suami istri yang salah satunya menderita gangguan jiwa, kemudian  dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian didapati bahwasanya adanya perbedaan dalam hukum Islam dan hukum positif terkait akibat hukum dari pernikahan tersebut. Dalam pandangan hukum Islam adanya hak khiyar bagi pasangannya yang dirugikan, ini sebagaimana menurut Imam Maliki, Syafi’i dan Hambali bahwa adanya pilihan untuk membatalkan (fasakh) atau mempertahankan pernikahannya dengan kerelaan terhadap kondisi pasangannya yang menderita gangguan jiwa serta adanya persetujuan dari walinya. Adapun menurut hukum positif tidak diatur secara spesifik terkait hal tersebut, akan tetapi ini dapat dilakukan dengan pembatalan perkawinan (fasakh) ke pengadilan Agama dengan alasan bahwa penderita gangguan jiwa dapat menimbulkan mudarat serta penderitaan terhadap pasangannya yang normal dan tidak tercapainya tujuan perkawinan, serta apabila setelah berlangsungnya pernikahan terjadi penipuan mengenai diri pasangannya yang menderita gangguan jiwa maka pernikahannya dapat dibatalkan sebagaimana yang termuat pada Undang-undang Perkawinan Pasal 27 ayat (2) serta KHI Pasal 72 ayat (2).