KETIMPANGAN HUKUM DALAM PENANGANAN PERZINAHAN PERLUASAN HAK PELAPORAN ATAU STATUS QUO

Authors

  • Rahmansyah universitas islam negeri antasari
  • Abdul Latif Pascasarjana UIN Antasari Banjarmasin
  • Fajar Abdi Rahman Pascasarjana UIN Antasari Banjarmasin
  • Mawardiansyah Pascasarjana UIN Antasari Banjarmasin
  • Ahmad Syauki Pascasarjana UIN Antasari Banjarmasin
  • Muhammad Fikriannur Ahsan Pascasarjana UIN Antasari Banjarmasin

Abstract

Abstract: The adultery law in Indonesia, particularly Article 284 of the Criminal Code, limits the right to report only to the legal spouse or nuclear family, so that third parties cannot report adultery cases. This restriction creates a legal vacuum that has the potential to provide injustice to victims outside the family sphere, and often allows the perpetrator to escape punishment if the family does not report. This study aims to examine whether the expansion of reporting rights to third parties can strengthen law enforcement or create new problems. The method used is a qualitative approach with descriptive analysis, through a literature study of adultery laws in Indonesia and international comparisons. The results show that the expansion of reporting rights can improve access to justice and strengthen social control over public morality, but also carries the risk of abuse and privacy violations. Several real cases in Indonesia show that the inability of third parties to report adultery causes perpetrators to escape legal sanctions, which in turn weakens the enforcement of morality. In conclusion, Indonesia's adultery laws require reform with strict regulations, such as extending limited reporting rights and implementing mediation mechanisms and sanctions for false reporting. These reforms are expected to provide a balance between victim protection, morality enforcement, and effectiveness.   Abstrak: Undang-undang perzinahan di Indonesia, khususnya Pasal 284 KUHP, membatasi hak pelaporan hanya kepada pasangan sah atau keluarga inti, sehingga pihak ketiga tidak dapat melaporkan kasus perzinahan. Pembatasan ini menimbulkan kekosongan hukum yang berpotensi memberikan ketidakadilan bagi korban di luar lingkup keluarga, dan sering kali membuat pelaku lolos dari hukuman jika keluarga tidak melapor. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perluasan hak pelaporan kepada pihak ketiga dapat memperkuat penegakan hukum atau justru menimbulkan masalah baru. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan analisis deskriptif, melalui studi pustaka terhadap undang-undang perzinahan di Indonesia serta perbandingan internasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perluasan hak pelaporan dapat meningkatkan akses keadilan dan memperkuat kontrol sosial terhadap moralitas publik, namun juga membawa risiko penyalahgunaan dan pelanggaran privasi. Beberapa kasus nyata di Indonesia memperlihatkan bahwa ketidakmampuan pihak ketiga untuk melaporkan perzinahan menyebabkan pelaku lolos dari sanksi hukum, yang pada gilirannya melemahkan penegakan moralitas. Kesimpulannya undang-undang perzinahan di Indonesia memerlukan reformasi dengan regulasi ketat, seperti memperluas hak pelaporan secara terbatas dan menerapkan mekanisme mediasi serta sanksi untuk pelaporan palsu. Reformasi ini diharapkan dapat memberikan keseimbangan antara perlindungan korban, penegakan moralitas, dan efektivitas sistem hukum.

Downloads

Published

2025-02-25

Issue

Section

Articles